Ihsan dalam Tasawuf

TASAWUF dalam Islam merupakan ajaran yang memasuki ruang esoteris. Memahami hal ini relevan jika kita melihat keadaan umat beragama yang akhir-akhir ini sedang dilanda konflik yang tak kunjung selesai. Dalam satu pekan ini, ada dua konflik keagamaan yang mengakibatkan korban, tak hanya sekadar hancurnya rumah tapi juga nyawa manusia. Masalah konflik Ah-madiyah di Cikeusik, Pandeglang dan kerusuhan di Temangung, merupakan contoh yang kasat mata terjadinya konflik agama.

Di sinilah tasawuf dengan olah ruhaninya menjadi satu jawaban yang bisa menstabilkan kondisi krisis jiwa umat Islam. Ajaran kedamaian, cinta “serta kasih sayang dalam dunia tasawuf adalah segmen yang cukup menarik untuk disingkap, sekaligus sebagai upaya membangun hubungan umat beragama yang harmonis. Namun, sayang pemahaman tentang tasawuf masih sering disalahpahami.

Tasawuf sampai saat ini masih dicitrakan sebagai disiplin ilmu yang bersifat personal. Capaian-capaian kebenaran yang dis-ingkap bersifat subyektif, sehingga dinilai tasawuf tidak cukup peka dengan persoalan- sosial. Para ahli tasawuf dianggap orang-orang yang egois, yang selalu hanya berasyik masyuk dengan Tuhannya. Sementara lingkungan, problem sosial adalah realitas lain seolah-olah tasawuf berada jauh di luar itu.

Tentu, pengertian ini bukan yang dimaksud dari tasawuf itu sendiri. Di dalam tasawuf ada ajaran-ajaran yang sangat berkaitan dengan kehidupan konkrit yang menata hubungan antarsesama manusia. Esklusivitas dalam dunia tasawuf adalah satu bagian stigma yang harus dipugar menjadi tasawuf yang lebih ramah pada realitas, sehingga kemudian terciptalah satu tasawuf yang inklusif.

Pada prakteknya tasawuf merupakan satu bentuk potensiuniversal manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok kemanusiaannya dari sisi spiritual yang berkaitan dengan hatinya. Jika akal memenuhi kebutuhannya lewat reali-tas maka hati juga perlu pemenuhan kebutuhannya lewat perjumpaan-nya dengan Tuhan, tasawuf inilah yang menyajikan seperangkat instrumen untuk mencapai petjumpaan tersebut. Pada sisi lain ada semacam keterbatasan akal pada suatu sudut tertentu sehingga kemudian menemui titik syak (ragu). Pada titik inilah hati sebagai bagian komponen pada tasawuf bisa memberikan perannya untuk menghantarkan keraguan tersebut pada titik valid menuju titik sumber dari segala pengetahuan yaitu Tuhan. Di sinilah konsep cinta dalam tasawuf berada.

Cinta digambarkan dalam dunia tasawuf adalah keadaan yang dialami hati seorang hamba yang cukup sulit untuk diungkapkan secara lisan. Keadaan seperti ini kemudian mendorong kondisi seorang hamba pada pensucian Tuhan dan pencarian ridha-Nya yang luas. Pencarian ridha-Nya yang luas tidak terkungkung pada satu kondisi ritual peribadatan saja tapi juga mempunyai makna yang lebih luas, tentunya juga menyentuh problem-problem sosial kemanusiaan.

Cinta dalam tasawuf inilah yang menghubungkan dengan keindahan. Karena suatu keindahan, cinta itu muncul, namun bisa saja karena cinta lalu kemudian muncul keindahan. Demikian cukup dekat dan bisa dikatakan telah merekat antara keindahan dan cinta itu sendiri. Sehingga bisa dikatakan seorang sufi adalah individu yang halus.yang penuh dengan cinta dan keindahan.

Suatu bentuk keindahan tertinggi dalam terminologi tasawuf adalah pertemuan dengan Tuhan. Pertemuan tersebut setelah terciptanya kesucian hati. Dengan demikian titik keindahan jika sedikit diseret pada ranah kemanusiaan maka keindahan yang tertinggi terdapat pada keindahan hati. Keindahan hati biasa diistilahkan dalam dunia tasawuf dengan ihsan.

Ihsan secara terminologis mempunyai banyak makna yang berupa, indah, baik dan sempurna. Makna yang terkandung secara terminologis tersebut tidak hanya berlaku pada kondisi hubungan internal seorang individu dengan Tuhannya tetapi termanifestasikan dalam bentuk hubungan antar manusia lewat etika dan moral. (Rudhy Suharto, rudhy rsuyahoo.com|

Tinggalkan komentar